Rumah Sehat Al-Fatih

Senin, 27 Juni 2011

Kekuatan Sang Ibunda Al Quran


Al Quran merupakan petunjuk menuju kesuksesan yang hakiki, mukjizat yang diwahyukan kepada seorang teladan bagi seluruh umat manusia Rasulullah SAW. Al Fatihah merupakan surat yang diletakkan di awal Al Qur’an, pembuka yang sempurna bagi segala macam keberhasilan dan kebaikan. Al Fatihah juga merupakan penyembuh dari hati dan pikiran yang tidak sehat, pedoman dasar bagi segala kecerdasan hati atau akhlak manusia, bekal yang maha penting untuk untuk menggapai cita-cita dan harapan, perwujudan dari sebuah harapan atau permohonan yang bisa mengingatkan kita akan visi yang harus diraih, serta  ungkapan rasa syukur dari segala hasil yang telah dicapai. Inilah intisari Al Qur’an, karena  surat Al Fatihah mencakup seluruh persoalan pokok yang disoroti Al Quran, yaitu akidah (keyakinan). Syariah (tata peribadatan), dan al qashash (riwayat).
Inilah  kekuatan-kekuatan dalam setiap ayat Al Fatihah yang bisa kita renungkan dan rasakan sehingga terpancar dari diri-diri kita :
1.       Bismillahirrahmanirrahiim (Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)
Mulailah atas nama Allah, secara gramatikal Bismillah sesungguhnya kaimat yang membutuhkan penyempurna “Dengan nama Allah…” Apa yang dengan nama Allah itu? Sebagai contoh, bandingkan dengan kalimat “Dengan pisau” apa yang dengan pisau?. Nah supaya sempurna , kita tambahkan kalimat “Saya menyembelih ayam dengan pisau”.  Lalu apa penyempurna dari Bismillah? Perbuatan kitalah penyempurnanya. Misalnya kita mengucapkan Bismillah ketika mulai makan, berarti kita berkata.”Saya makan dengan menyebut nama Allah”, kalimat ini menjadi sempurna. Agar seluruhnya aktivitas keseharian kita bernilai ibadah, Rasulullah SAW menganjurkan untuk memulai segala perbuatan baik dengan Bismillahirrahmanirrahiim.
“Setiap urusan (perbuatan) yang tidak diawali dengan Bismillahirrahmanirrahiim maka cacat (terputus dari rahmat Allah SWT).” H.R Ahmad dan Ashhab Sunan.
Mulailah atas nama Allah, prinsip ini menyadarkan diri untuk bersikap rahman dan rahim kepada setiap orang agar senantiasa memiliki prinsip memberi, dan memulai atas nama Allah artinya berupaya mencontoh dan meneladani segala sifat-sifat Allah. Inilah dasar dari pembuka suara-suara hati yang senantiasa berbisik di qalbu, yang akan mengarahkan kepada kebaikan dan keberhasilan. Sehingga kita akan memiliki kepercayaan diri yang sangat kuat karena kita akan bertindak atas nama Allah Yang Maha Mulia, bertindak sebagai wakil Allah yang dihormati.
Dengan mencucapkan Bismillahirrahmanirrahiim, berarti kita menyadari akan kekuatan dan pertolongan Allah SWT dalam segala aktivitas yang kita lakukan.

2.       ALhamdulillahirabbil’alamin (Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam)
Ini merupakan pujian yang Allah SWt tetapkan untuk dirinya. Sesungguhnya setan selalu mencari celah untuk menjerumuskan manusia, salah satunya dengan riya. Agar tipu daya setan bisa dibungkam saat muncul keinginan untuk dipuji, diagungkan, bahkan dikultuskan segeralah beristigfar dan yakinka diri bahwa segala puji hanya milik Allah SWT.
Dengan memuji Allah SWT, kita akan selalu merasa dalam curahan rahmat Allah, pemilik alam semesta raya ini, merasa tenteram dan terlindungi karena didasari oleh kepercayaan bahwa kita bekerja untuk mensejahterakan bumi Allah ini. Bersedia untuk menggunakan seluruh potensi diri secara maksimal, dalam rangka menjalankan tugas sebagai rahmatan lil’alamin.

3.       Arrahmanirrahiim (Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)
Untuk meraih suatu kepercayaan harus didasari oleh sikap rahman dan rahim kepada orang lain. Tidak selalu merugikan orang lain dan selalu berusaha membantu dan menolong orang lain. Inilah dasar keberhasilan hubungan antar manusia, yang membawa kepada suatu ketangguhan social.
Kita mesti mecontoh rahman dan rahim-Nya dengan berupaya untuk senantiasa  memberikan kasih saying kepada siapapun, bahkan kepada orang yang kita benci sekalipun. Dengan cara ini, kita akan menjadi orang yang pemaaaf, dermawan, berfikir positif, adil, mampu berempati, dan menempatkan orang lain secara proporsional.

4.       Maaliki yaumiddiin (Yang menguasai di Hari Pembalasan)
Inilah yang hendaknya menjadi visi kita, senantiasa berorientasi pada masa depan, harapan yang jelas, dan memiliki perencanaan untuk setiap langkah yang akan dibuat sehingga kita memiliki suatu kesadaran penuh bahwa cara untuk meraih suatu keberhasilan tidak bisa ditempuh dengan cara-cara yang buruk sehingga menghalalkan segala cara. Mungkin saja kita lepas dari jerat hokum dunia, namun kita tidak mungkin lepas dari jerat hisab di akhirat.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula).” QS. Az Zalzalah 99:7-8
Sehingga kita bisa mulai bertindak atas nama Allah, senantiasa memuji dan mengingat-Nya, berbekal sifat rahman dan rahim dalam mencapai suatu tujuan. Inilah jaminan bagi orang-orang yang beriman dan bertaqwa.

5.       Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’iin (Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan)
Mari kita introspeksi diri kita, sudahkah kita mengaplikasikan ikrar yang senantiasa kita lafadzkan dalam setiap shalat kita ini? Hanya kepada AAllah SWT kita menyembah dan memohon pertolongan. Sebab kalau Allah berkehendak member anugerah kepada seseorang tidak ada seorangpun yang dapat menggagalkannya, dan bila Allah berkehendak menehan anugerah pada seseorang, tak seorangpun dapat memberikannya.
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” QS Faathir:2
Dengan ikrar ini kita dituntut untuk memelihara prinsip integritas terhadap Tuhan yang kita sembah Yang Maha Penolong. Berprinsip tunggal hanya kepada Allah Yang Esa, bekerja secara sungguh-sungguh dan selalu bersikap jujur. Memiliki komitmen dan senantiasa konsisten dalam mencapai tujuan, merasa diri selalu dilihat Allah SWT. Sehingga kita akan memiliki standar kerja dan prestasi yang sangat tinggi. Karena Tuhan Yang Maha Tinggi adalah teladan dan prinsip yang kita pegang. Siap menghadapi segala tantangan, siap menghadapi segala kegagalan dan keberhasilan. bermental baja karena memiliki suatu “kemenangan pribadi” yang sangat kuat, dan bersifat mandiri.

6.       Ihdinash shiraathal mustaqiim (Tunjukilah kami jalan yang lurus)
inilah langkah penulisan naskah pikiran ke dalam alam nyata berupa suatu tindakan yang dilandasi pada format hati dan pikiran yang terbentuk dari ayat pertama hingga ayat ke-lima, yaitu bertindak atas nama Allah SWT, senantiasa bersikap rahman dan rahim, memiliki visi, integritas tinggi, dan hanya berpegang kepada Allah SWT. Inilah langkah pelaksanaan secara tota dari suatu visi yang telah dilandasi oleh karakter yang kokoh dan prinsip yang teguh. Di sinilah letak perjuangan yang sesungguhnya.  Langkah Islam yang dipalikasikan secara total.
Inilah orang-orang yang telah dianugerahi nikmat itu : “Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” QS An Nisa :69

7.       Shirrathal Ladzina an’amta alaihim, ghairil maghduubi ‘alaihim waladh dhaalliin ((yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat)
Dalam menyempurnakan perjuangan kita, di tengah perjalanan itu teruslah asah hati kita, pikiran dan pelaksanaannya secara terus menerus, sehingga terbentuk tingkatan yang lebih baik dan lebih sempurna. Kita diminta untuk mengevaluasi pikiran, hati, dan pelaksanaan kerja kita agar terus berada pada tangga yang benar. Tanpa kenal putus asa, pada jalan Allah yang sangat luas, hanya untuk mencari ridho Allah SWT.

Ammiiin (kabulkanlah), inilah wujud kerelaan kita (ikhlas) terhadap keputusan Allah SWT. Tetaplah ikhlas untuk menerima segala hasil yang telah dicapai, apapun hasilnya terimalah dengan baik, karena semua dari llah SWT. Apabila belum merasa puas, jangan langsung menyalahkan nasib, baca dan pelajari, pasti ada sesuatu yang masih kurang dan belum dilakukan. Ulangi lagi seperti kita mengulangi bacaan Al Fatihah ini setiap hari. Jadikan setiap ayat sang ibunda Al Quran ini sebagai alat untuk mengevaluasi diri.
Setiap membaca Al Fatihah, pergunakanlah seluruh suara hati kita untuk menyerap sekaligus melatih dan mempertajam kecerdasan emosi dan spiritual kita. Tiap ayat yang dibaca melalui mata hati kita akan menimbulkan suatu pembangungan karakter yang mulia, yang dilandasi prinsip keesaan Allah SWT, serta memunculkan kembali suara-suara hati yang tertutup, sehingga akan memberikan kembali informasi dan bimbingan yang maha penting.



Selasa, 07 Juni 2011

Jalan Menuju Mati


Kita tak lain adalah gugusan waktu, waktu yang telah dihitung dan terbatas, waktu ketika telah berlalu tak dapat diulang kembali, waktu dimana kita diberikan jatah nafas untuk kita hirup. Setiap kali bernafas, ketika itu pula jatah nafas kita berkurang sampai menuju batas akhirnya, sampai ruh meninggalkan jasad, meninggalkan semua yang dicintai tanpa ada harapan untuk kembali lagi.
62. Al Jumu'ah : 8. Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".


Sekencang apapun berlari, dimanapun bersembunyi, waktu itu akan datang juga. Waktu-waktu terakhir kita, waktu yang tak satupun makhluk dapat mengetahuinya. Waktu dimana kita akan sampai diujung pintu rumah kekal kita nanti. Saat itu tak ada lagi harapan untuk kembali mengulang waktu-waktu yang telah dilalui, sebanyak apapun permohonan yang kita pinta, goresan tinta kehidupan kita telah kering dan akan membawa ke rumah tempat kita tinggal yang abadi.
23. Al Mu’minuun : 99. (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)
Sejenak kita renungkan, sudah berapa lama kita hidup di muka bumi ini? Sudah berapa tahun yang kita lewati, sudah berapa banyak kita menghela nafas dan berapa kali jantung kita berdenyut memompa aliran darah keseluruh tubuh. Apa yang terukir dalam buku kehidupan kita di dunia, itulah mahar yang kita siapkan untuk memperoleh tempat tinggal di kehidupan akhirat kelak. Lalu apa yang telah kita ukir? Ingatlah bahwa waktu kita didunia ini dibatasi, sebagaimana jatah nafas yang kita hirup. Maka sudahkah kita mengisi waktu hidup kita ini dengan amalan-amalan terbaik kita? Atau kita telah lalai dan terbuai dengan kehidupan yang fana ini sehingga lupa akan kehidupan akhirat yang abadi.
Telah banyak perjalanan manusia yang bisa kita petik hikmah dalam kehidupannya. Ketika seorang manusia dengan segala kabajikan dan ketulusan jiwanya meninggal dunia, catatan kehidupannya telah mengukir kenangan dalam setiap hati sehingga namanya menjadi sejarah yang mewangikan jejak perjalanan hidupnya. Seperti seorang wanita yang namanya mengharum saat kepergiannya belum lama ini, jejak-jejak kehidupannya yang berarti bagi banyak orang membuatnya semakin indah untuk menjadi sejarah. Sehingga kepergiannya mengurai banyak air mata dan duka cita bagi masyarakat. Tak hanya kesedihan masyarakat di negara ini namun negara-negara didunia ini pun seolah tersentuh dengan catatan kehidupannya. Dialah seorang wanita, seorang istri, seorang diri yang menjadi mulia dalam batas akhir kehidupannya.
Begitupun sebaliknya, jangan sampai kita menjadi seseorang yang terhina di batas akhir kehidupan kita. Dimana tak ada satupun yang merasakan kehilangan saat kita tiada, karena kita tak sempat mengukir buku kehidupan kita dengan kemuliaan dan ketulusan. Atau bahkan kepergian kita malah menjadi harapan orang lain karena catatan kita penuh dengan keburukan. Naudzubilahimindalik… Maka sahabat, setelah merenungi waktu kita yang semakin menuju batas akhir ini bersujudlah memohon ampunan kepada-Nya, bersegeralah untuk menunaikan tugas-tugas kita yang telah lama kita lalaikan, bersegeralah menebar kebajikan untuk menjadi bekal kita pulang nanti.
Hidup ini adalah perjalanan menuju mati, kapan, dimana, dan bagaimana kita menemuinya tak ada yang mengetahuinya kecuali Sang Pemilik Waktu. Pernahkah kita renungkan, apa yang sedang dilakukan saat berada di batas akhir waktu kita? Adakah keinginan untuk menemui penghujung hidup dalam ketaatan dan kemuliaan, atau sebaliknya berakhir dalam kesesatan dan kehinaan? Akhir kisah orang-orang disekitar kita cukup menjadi hikmah bagaimana kematian bisa datang kapanpun dan dimanapun, jangan sampai ketika penghujung hidup itu tiba kita sedang terbuai dalam kesesatan, lalai, dan ingkar. Jadikanlah pelajaran ketika kita saksikan hidup orang-orang yang berakhir dalam keburukan tersebut, ketika menegak barang-barang haram, ketika berzina, ketika merampok, dan perbuatan-perbuatan buruk lainnya. Semoga kita terhindar dari su’ul khatimah. Berdoalah agar kita bisa mengikuti hamba-hamba yang mengakhiri kehidupannya dalam ketaatan dan kemuliaan, dalam shalat, dalam sujud, dalam perjalanan mencari ilmu, dalam perjalanan mencari nafkah, dalam peperangan melawan kebiadaban, dalam perjalanan ibadah kita.
Ya Allah, jadikan umur terbaik hamba dipnghujungnya, jadikan amal terbaik hamba di penutupnya, jadikan hari-hari terbaik hamba saat bertemu dengan-Mu, ammin.
Hidup ini adalah perjalanan menuju mati, karena setiap yang hidup (bernyawa) akan menemuinya. Waktu kita tak lagi panjang, maka bersegeralah…

QS. Al Ankabuut 57. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.
4. An Nissa : 78. Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan  sedikitpun?