Rumah Sehat Al-Fatih

Senin, 18 Juli 2011

Tarhib Ramadhan: Menjadi Lulusan Madrasah Ramadhan dengan Gelar M.Tq

oleh Nurmawati Hamdani pada 19 Juli 2011 jam 9:10
Catatan Anda telah dibuat
 
“Allaahumma baariklanaa fii Rajaba wa Sya’bana wa balighna Ramadhana.”
Yang artinya: “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban ini, dan sampaikanlah umur kami bertemu Ramadhan
.”

Dalam lafadz do’a di atas terdapat kata “berkahilah”. Apakah makna dari “berkah” itu? Berkah memiliki makna ziyadatul hasan atau ziyadatul khair, yaitu bertambahnya kebaikan. Sesuatu itu bisa disebut berkah manakala ada sebuah peningkatan atau bertambahnya kebaikan yang dikarenakan sesuatu itu. Misalnya seseorang memiliki keberkahan rizki, itu berarti rizki tersebut memberikan tambahan kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Entah dengan rizki itu dia dapat menjalankan ibadah dengan lebih baik, atau menunaikan hak orang-orang fakir dan miskin, dan seterusnya. Yang jelas ada nilai kebaikan dari sesuatu itu, yang tentunya kebaikan tidak hanya di dunia namun juga di akhirat.

Kaitannya dengan bulan Rajab dan Sya’ban, kita memohon kepada Allah keberkahan agar ada suatu pertambahan kebaikan dalam diri kita. Sehingga nantinya juga siap dalam memasuki sebuah masa tarbiyah selama sebulan yang telah diprogramkan Allah secara rutin. Rasulullah saw. pun senantiasa mempersiapkan diri dalam menghadapi Ramadhan ini sejak Rajab, salah satunya dengan memperbanyak puasa. Dan kita, tentunya juga harus melakukan persiapan-persiapan menuju sarana tarbiyah kita, Madrasah Ramadhan ini sehingga nantinya kita dapat memperoleh hikmah Ramadhan.

Kita berdo’a: “Ya Allah, jadikanlah Ramadhan kami kali ini hamparan taman bunga, tempat kami merasakan indahnya hidup bebas dari segala amarah dan syahwat
.”

Ramadhan adalah bulan dimana kita hendaklah melepaskan diri dari amarah dan syahwat. Karena sejatinya berpuasa dalam bulan Ramadhan adalah menahan diri dari syahwat (keinginan) baik mulut, perut dan apa yang ada di bawah perut, serta menahan diri dari amarah. Dua hal itulah yang senantiasa membebani hidup manusia sehingga tidak dapat merasakan hakikat hidup. Ketika kita bisa membebaskan diri dari amarah dan syahwat, maka hidup ini akan terasa enak, nikmat, ringan dalam beramal dan berbuat kebaikan. Nah, hal itulah yang menjadi target kualifikasi dari para lulusan Madrasah Ramadhan. Lalu, bagaimanakah persiapan kita agar dapat menjadi murid yang baik di Madrasah Ramadhan?

Spesifikasi Madrasah Ramadhan
Program Madrasah Ramadhan dirancang untuk menghasilkan lulusan dengan gelar M.Tq. (Manusia Taqwa atau Master of Taqwa). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 183 yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Dalam ayat itu terdapat kata “la’alla”. Kata “la’alla” ini jika yang mengucapkan manusia maka memiliki makna harapan. Jadi “la’allakum tattaquun” berarti “semoga kamu bertaqwa”. Akan tetapi lain halnya jika yang mengatakan “la’alla” adalah Allah, maka bukan bermakna harapan lagi namun bermakna kepastian (insya’i). Sehingga “la’allakum tattaquun” berarti “agar kamu bertaqwa”.

Dari makna “la’alla” di atas dapat dipahami bahwasannya menjadi taqwa itu adalah kepastian, meraih gelar M.Tq. adalah sebuah keniscayaan. Namun tentu saja dengan syarat, telah memenuhi kualifikasi tertentu. Sebagaimana kita ingin meraih gelar sarjana, tidak mungkin kita mencapainya tanpa kita melaksanakan aturan-aturan sebagaimana yang ditetapkan, misalnya kita sering sekali mombolos kuliah, tidak mengerjakan tugas yang diberikan dosen, tidak mengikuti ujian dan sebagainya. Untuk meraih gelar M.Tq. pun kita diharuskan memenuhi beberapa kualifikasi.

Gelar M.Tq. akan dianugerahkan jika memenuhi kualifikasi berikut ini.
a. Tawadhu’
Kesadaran bahwa seluruh kelebihan dan keistimewaan yang ada pada diri kita bukanlah alat untuk menyombongkan diri.

b. Qana’ah
Selalu menerima dengan lapang apa saja yang Allah karuniakan. Mendekap suka maupun duka dengan kadar kemesraan yang sama.

c. Wara’
Menahan diri dari segala yang dilarang oleh Allah. Pada bulan Ramadhan, yang halal saja (makan dan minum) ditahan apalagi yang haram.

d. Yakin
Bahwa sesuangguhnya musibah yang ditimpakan kepada diri, suatau saat akan sirna tenggelam di batas cakrawala kehidupan yang tunduk di hadapan Kehendak dan Keagungan Allah.

Coba kita lihat dari empat produk dari puasa (natiijatush- shaum) yakni tawadhu’, qana’ah, wara’ dan yakin, apabila ditulis huruf bahasa Arab maka huruf pertama dari masing-masing kata tersebut adalah ta’, qaf, wawu dan ya’. Apabila huruf-huruf pertama itu disusun, maka akan terbentuk kata TAQWA. Inilah sebenarnya sesuatu yang akan dicapai dari ibadah puasa itu.

Mari kita kaitkan dengan empat hal yang PASTI akan terjadi dalam hidup kita, yakni:
1. Kita membutuhkan sesama manusia
Kita tidak bisa hidup sendiri. Coba kita ambil contoh salah satu kebutuhan pokok kita yakni sandang, dan kita ajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan asal muasal sandang itu. Baju yang kita pakai itu siapa yang membuat? Baju itu dibuat dari kain, nah siapa yang membuat kain? Kain itu dari benang-benang yang dirajut, lalu siapa yang merajut benang itu? Benang itu dipintal dari kapas, lalu siapa yang memintal kapas itu? Kapas itu diambil dari pohon kapas, lalu siapa yang menanamnya? Dalam budidaya tanaman kapas, dibutuhkan beberapa alat, juga pupuk, obat dal lain-lain. Siapa saja yang membuat itu? Nah, jika dirunut ke asal-muasal suatu barang yang kita punya, maka mungkin dia melibatkan banyak sekali manusia dalam proses pembuatannya. Coba bayangkan jika kita hidup sendirian.

Kita membutuhkan orang lain, maka harus bisa diterima oleh orang lain. Agar bisa diterima oleh sesama manusia, maka membutuhkan sifat tawadhu’ (rendah hati). Orang yang tawadhu’ akan disukai oleh orang lain, berbeda dengan orang yang angkuh dan sombong, biasanya dibenci orang lain.

2. Kita membutuhkan harta
Bagaimana kita bisa hidup tanpa harta? Semua benda fisik yang kita miliki sejatinya adalah harta. Namun, semua harta di dunia tidak harus dimiliki manusia agar manusia merasa cukup. Banyak orang salah mengira bahwa dia akan puas manakala memiliki banyak harta seperti rumah mewah, mobil berlimpah, simpanan di bank meruah-ruah, istri... ya nggak hanya satu lah. Nyatanya banyaknya harta itu tidak membuat bahagia, karena tidak pernah merasa cukup.

Nah, manusia akan senantiasa merasa cukup manakala ada sifat qana’ah dalm dirinya. Orang yang qana’ah dapat menerima apa saja dan bagaimana saja keadaan dirinya. Setelah berusaha apa saja yang dia bisa, dia akan menyerahkan sisanya pada Allah dan menerima apa saja yang dikaruniakan padanya dan mensyukurinya. Orang qana’ah ini akan hidup pas-pasan, pas ada pas butuh, dan pas tidak ada pas tidak butuh. Karrena dia tidak mau mengada-adakan yang tidak ada, dan berpikir pada apa saja yang ada.

3. Kita membutuhkan Allah swt.
Selaku makhluk kita tentunya sangat membutuhkan Allah swt. Dialah yang menciptakan kita, menjaga kita, memberi rizki pada kita, menolong kita, mengabilkan do’a kita, memberikan yang kita ingini ... apa saja. Maka mau jadi apa kita kalau tidak membutuhkan Dia?

Orang yang membutuhkan Allah hendaknya berusaha semaksimal mungkin agar dincintai Allah. Dengan dicintai Allah, maka semua harapannya akan terpenuhi. Agar dicintai Allah maka haruslah wara’ karena wara’ adalah salah satu wujud ketaatan pada-Nya.

4. Kita membutuhkan ketenangan
Ketenagan adalah hal yang kita dambakan. Itulah salah satu faktor yang akan membuat kita bahagia. Ketenangan hidup dicapai manakala manusia mempunyai keyakinan, bahwa apapun yang Allah berikan adalah demi kebaikan dirinya. Meskipun Allah memberikan musibah, pastilah itu juga demi kebaikan manusia. Meski pula apa yang kita harapkan belum terkabulkan. Allah tahu apa yang terbaik bagi kita. Keyakinan seperti itulah yang akan memberikan ketenangan pada diri manusia.

Ramadhan adalah hamparan waktu yang dibentangkan Allah Ta’ala agar kita bisa menjadi tawadhu’, qana’ah, wara’ dan yakin. Maka hendaknya kita tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut untuk menjadi murid yang baik dalam Madrasah Ramadhan dan akhirnya nanti lulus dengan spesifikasi tersebut.

Ramadhan yang akan datang adalah bagai tamu agung, yang tentu harus disambut dengan sebaik-baiknya. Ada adab yang berlaku untuk menyambut tamu yang juga berlaku untuk menyambut tamu agung Ramadhan.
1. Tidak membiarkan rumah kita seperti rumah hantu
Suatu hari kita berkunjung ke rumah teman kita. Ternyata setelah sampai ke sana, halaman rumahnya penuh dengan daun-daun kering tanda tidak pernah disapu. Saat masuk, ternyata sarang labah-labah memenuhi sela-sela ruangnya. Banyak juga penghuni rumah selain manusia, ada tokek, banyak nyamuk, berkeliaran tikus, kecoak. Belum lagi saja terlihat seperti mau roboh. Coba, apa yang ada di benak kita sebagai tamu?

Maka jangan biarkan ’rumah’ yang kita miliki seperti itu. Kita jadikan rumah yang berujud hati kita, bersih, indah lagi menawan. Maka untuk menyambut tama Ramadhan kita, hati kita hendaknya bebas dari segala kotoran, bersih dari segala penyakit hati.

2. Tidak menjadikan rumah kita, rumah yang ’tertutup’
Bagaimana tamu mau masuk ke rumah yang tertutup? Rumah yang tertutup bisa jadi akan memberikan kesan bahwa si empunya rumah tidak menerima tamu. Sehingga yang ingin bertamu menjadi segan. Berbedadengan rumah yang senantiasa terbuka, maka kapanpun ada tamu pasti akan disambut.

Maka jadikan rumah itu rumah yang senantiasa terbuka. Ketika rumah itu , yaitu hati yang mudah tersentuh dengan segala kebaikan dan kemuliaan.

3. Tidak membiarkan rumah kita, rumah yang  gelap gulita
Agak meragukan juga melihat rumah yang gelap gulita. Tamu akan ragu apakah di dalamnya ada penghuninya ataukah tidak. Dan yang akan bertamu akan segera berpikir, rumah itu sedang kosong sehingga mau tidak mau dia tidak jadi bertamu di rumah itu.

Untuk menyambut tamu kita, kita terangi rumah (hati) kita dengan penerangan terbaik. Dan penerangan terbaik adalah dengan cahaya ingat mati dan rindu akhirat. Tanda hati yang bertabur cahaya adalah:
a. telah kembali ke kampung akhirat, yakni selalu membayangkan atau berangan-angan telah berada di akhirat (merasakan suasana surga).
b. bersih dari segala tipu daya dunia
c. selalu siap kapan pun kematian datang menyapa

4. Kita sambut semua tamu yang datang dengan ’senyum’
Senyum itu adalah rasa bahagia hati kita menyambut tamu Ramadhan.

5. Kita suguhi tamu kita dengan suguhan terlezat dan minuman ternikmat
Suguhan yang disukai oleh Ramadhan:
a. tilawah Al-Qur’an
b. shadaqah dan infaq
c. memperbanyak shalat
d. puasa dengan ihtisab (ikhlas)

Rabu, 13 Juli 2011

Kekuatan Sebuah Misi



Keberhasilan seseorang berawal dari sebuah misi yang tertanam dalam jiwanya. Jika kita pelajari dan perhatikan dengan seksama pada setiap pergerakan besar bangsa-bangsa dalam sejarah dunia atau bahkan kemajuan perusahaan-perusahaan besar kelas dunia dimulai dari mission statement-nya masing-masing.
Doktrin seorang pemimpin Jerman saat Perang Dunia II bahwa “Ras Aria adalah ras tertinggi di dunia” membuat bangsa jerman saat itu begitu kuat sehingga hampir menguasai seluruh daratan Eropa. Contoh lain pada perusahaan minuman terkenal Coca Cola, sang presiden direktur Robert Woodruf di Amerika Serikat 1923-1935 memiliki misi “Kapan saja, dimana saja, minum Coca Cola”. Artinya tak peduli kapan pun, dimana pun setiap orang minum Coca Cola. Ini pulalah yang memberikan kepada jajaran direksi, manajemen hingga karyawannya terdorong untuk merambah dunia. Dan banyak contoh  penetapan misi yang lain sehingga membuat banyak oraang termotivasi  untuk mencapainya.
Begitu banyak contoh-contoh penetapan misi buatan manusia yang akhirnya berujung pada kehancuran. Seperti misi Nazi yang ingin menguasai seluruh daratan Eropa, Jepang yang ingin menguasai daratan Asia, atau misi Stalin dan lenin yang ingin mengkomuniskan Uni Soviet, semua berakhir dengan sangat menyedihkan dan menyengsarakan umat manusia. Penetapan misi seperti itu umumnya dibentuk berdasarkan logika saja dan mengabaikan suara hati sebagai fitrah manusia, akibatnya adalah sebuah doktrin yang mengsikan langkah-langkah yang tidak manusiawi, contohnya Hitler atau juga “dajjal-dajjal” kecil yang ada di Indonesia yang telah begitu banyak menyengsarakan rakyat. Namun pada akhirnya hukum keseimbangan Tuhan kelak menghempaskan mereka kembali.
QS.Faathir : 5. Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah.
Sebuah misi hendaknya tidak terpaku pada aspek kognitif atau logika semata, tetapi harus mampu memberikan ‘koridor’ yang sesuai dengan suara hati dan fitrah manusia. Lalu apakah yang bisa dijadikan sebagai misi kehidupan kita?
Penetapan misi kehidupan secara efektif bukan dibuat oleh logika manusia semata, tetapi juga bersumber dari Sang Pencipta Alam Semsta, inilah mission statement sesungguhnya. Menurut seorang penulis Barat Frankl, “Kita mendeteksi bukan menciptakan misis kita dalam hidup”, “Semua orang memiliki panggilan khusus atau misis dalam hidupnya…”. Oleh karena itu, ia tidak dapat digantikan, atau hidupnya tidak mungkin dapat diulang, setiap orang memiliki peluang unik untuk melaksanakan misi itu. Frankl menambahkan lagi,”Akhirnya manusia tidak perlu menanyakan apa makna dari hidupnya, tetapi ia harus sadar bahwa dialah yang ditanya..” singkatnya, tiap orang ditanyai oleh kehidupan dan ia dapat menjawab melalui kehidupannya sendiri. Kepada kehidupan ia hanya dapat member respond dan bertanggung jawab. Inilah bukti ilmiah modern tentang perintah Allah SWT untuk mengucapkan mission statement,”dua kalimat syahadat”. Inilah misi kehidupan yang sesungguhnya.
Misi yang diikrarkan melalui dalam bentuk syahadat akan membentuk sebuah tekad dan komitmen yang bulat, perjanjian yang mengikat antara seorang manusia dengan Tuhan penciptanya. Inilah sumber kekuatan yang luar biasa bagi orang yang beriman dan bertakwa. Inilah yang melahirkan suatu keberanian, keyakinan, optimism, dan keyakinan batin.
QS. An Nisaa : 132. “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara.”
Inilah sebuah sinergi antara seorang manusia yang beriman kokoh dengan Tuhannya Yang Maha Adidaya. Kita bisa melihat hsailnya, bagaimana seorang Muhammad Saw yang telah menjalin ikatan syahadat dengan Allah SWT berhasil mengubah wajah dunia dengan bermodalkan syahadatnya. Kemudian misi ini diteruskan oleh para  Khulafaur Rasyidin, dimaana pada tahun-tahun keemasan mampu mendirikan imperium terbesar yang pernah dikenal dalam sejarah manusia yang membentang dari perbatasan India hingga samudera atlantik. Dorongan kuat syahadat ini telah berhasil membuat pasukan Arab yang kecil itu melakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam sejarah manusia. Penaklukan itu selalu diikuti dengan masuknya orang-orang untuk memeluk agama Islam secara berbondong-bondong, sukarela tanpa paksaan sama sekali. Uniknya, syiar agama Islam langsung dilakukan oleh para balatentara Islam itu sendiri, bukan melalui lembaga Islam atau pun organisasi Islam saat itu. Mereka langsung member contoh dan dakwah sekaligus. “Merekalah generasi terbaik yang pernah ada di muka bumi ini..” menurut Michael Hart.
Penetapan misi ‘dua kalimat syahadat’ adalah suatu langkah pertama yang telah terbukti kebenarannya secara ilmiah baik lansung maupun tidak langsung didukung oleh para ilmuwan barta, karena langkah ini merupakan suatu pembangunan wawasan dan persepsi tentang tujuan akhir atau visi. Syahadat adalah membangun persepsi tentang Tuhan Yang Maha Tinggi yang ditransformasikan melalui Muhammad Saw sebagai seorang manusia biasa yang pernah hidup di permukan bumi ini.
Dengan doktrin tauhid ‘Laa Ilaaha Illallah’, Allah Swt ingin memuliakan sekaligus  membebaskan manusia dari segala bentuk penghambaan serta keyakinan semu yang akan meruntuhkan martabat diri sebagai makhluk yang paling mulia. Mengambil ‘Ilah’ atau sesembahan lain selain Allah Swt, seperti kehormatan diri, kepentingan, ataupun harta, semuanya itu hanya bersifat fana. Namun sebaliknya, apabila semuanya dilakukan berdasarkan pijakaan ‘Ilah’ pada Allah Swt, maka akan melahirkan ketenangan, kepercayaan diri, integritas, motivasi, dan kebijaksanaan yang semuanya bersifat abadi dari Allah Azza wa Jalla.
Ucapan ‘Wa asyhadu anna Muhammadan rasulullah’ (Dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah), adalah suatu bentuk transformasi visi untuk membumikan sifat-sifat Allah yang serba mulia di atas permukaan bumi. Ini akan membantu manusia  dalam menterjemahkan Asmaul Husna ini kedalam keseharian manusia dalam menghadapi berbagai tantangan. Bahkan Rasulullah Saw telah memberikan contoh-contoh secara nyata atas pelaksanaan sifat-sifat Allah yang telah diabadikan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits secara jelas. Ini meyakinkan kita bahwaa asmaaul husan dalam tingkatan dunia tidak mustahil dan memiliki kemampuan yang masuk akal untuk diaplikasikan dengan cara mencontoh sikap dan tingkah laku keseharian Rasulullah Saw yang begitu sangat manusiawi.
QS. Al Ahzab : 21. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
Rasulullah Saw mampu menciptakan budaya Islam yang memiliki nilai-nilai harmonis antara kenyataan yang dihadapi dengan misi mulia yang dibawaya. Rasulullah Saw mampu menciptakan budaya keselarasan antara dassollen dan das sein ‘hati di langit namun kaki tetap menjejak bumi’. Beliau mulai berjuang dari bawah sekali, sikapnya yang penuh kasih dan sayang itu membuatnya dicintai banyak orang. Integritas dan kejujurannya yang tinggi menjadikannya begitu dipercaya sehgingga mendapat julukan ‘Al Amin’. Perjuangannya yang konsisten telah menjadikan dirinya memiliki begitu banyak pengikut, disamping ajarannya yang sangat sesuai dengan suara hati manusia. Bimbingannya telah menciptakan begitu banyak pemimpiin-pemimpin kaliber dunia.
Kalimat syahadat adalah suatu misi yang menghasilkan suatu ‘bayangan’ tentang tujuan akhir yang divisualisasikan dalam bentuk ‘surga’. Secara ilmiah, penetapan misi melalui syahadat akan menciptakan suatu imajinasi yang berbentuk visual, yang pada akhirnya menghasilkan suatu dorongan kekuatan untuk mencapai keberhasilan itu. Disinilah arti kepemimpinan, sebuah tujuan akhir yang berbentuk persepsi yang dinyatakan dengan jelas dsn kuat. Kita tidak perlu mengikuti impian orang lain, karena kita telah memiliki sendiri tujuan akhir melalui syahadat. Inilah kepemimpinan dari seorang yang telah memiliki sebuah ketangguhan pribadi.
QS. Fushshilat : 30. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".

Twit : @ummialfatih